Minggu, 05 Oktober 2014

Pertemuan Kesepuluh (Jumat, 3 Oktober 2014)

Pada pertemuan kali ini, banyak mahasiswa yang merasa lelah dan tidak bersemangat untuk mengikuti materi yang akan diberikan. Hal ini dikarenakan keletihan yang dirasakan oleh sebagian besar mahasiswa akibat acara fieldtrip yang dilaksanakan pada hari sebelumnya. Namun, para mahasiwa tetap harus menerima materi pembelajaran demi memperluas pengetahuan yang dimilikinya. Materi pembelajaran pada hari ini berhubungan dengan Eksistensialisme. Topik pembahasan eksistensialisme ini cukup menarik karena kami diberikan pemahaman mengenai perbedaan antara "berada" dan memiliki "eksistensi". Hal tersebut membuka pikiran kami untuk berpikir lebih kritis mengenai eksistensialisme. Semoga pembahasan pada blog ini dapat bermanfaat bagi para pembaca :)



Eksistensialisme
Secara etimologi, eksistensi berasal dari kata ex yang berarti keluar dan sistentia (sistere) yang berarti berdiri. Jadi, manusia yang bereksistensi adalah manusia menemukan dirinya sebagai aku dengan keluar dari dirinya sendiri. Pusat dari diriku berada di luar aku sehingga pribadi seolah-olah keluar dari dirinya sendiri dan menyibukkan diri dengan apa yang diluar dirinya.

Eksistensialisme adalah aliran filsafat tentang manusia dan cara beradanya yang khas di tengah makhluk hidup lainnya. Eksistensi harus dibedakan dengan berada karena hanya manusia yang memiliki eksistensi. Hewan dan tumbuhan sebagai makhluk hidup hanya “berada” sedangkan manusia “bereksistensi”.


Sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhibDmAUvpX4V4yJv4gL6aH6kskV67QTCXEGg0hxV4Bn22RKwyFB4-_nxRpzb2TXBf_h4zIcHKPEFbwEaHU2g7GLvdeuGEb1e97EwrWF0wGmoXEPsGKHTj5NfkGdVSKRmV62Wz08PVJbmo/s1600/prove+you+exist+texture.jpg

Beberapa tokoh filsafat yg menganut gaya eksistensialisme :
Kierkegaard, Edmund Husserl, Martin Heidegger, Gabriel Marcel, Jean Paul Sartre.

Eksistensialisme merupakan gaya berfilsafat karena sulit menyeragamkan defenisi eksistensialisme. Kesulitannya terletak pada perbedaan pandangan mengenai eksistensi itu sendiri. Namun, ada satu hal yang sama yaitu eksistensialisme bertitik tolak pada manusia konkrit, manusia sebagai eksistensi, maka bagi manusia eksistensi mendahului esensi.

Ciri Eksistensialisme
1.    Motif pokok adalah eksistensi, cara manusia berada
2.    Hanya manusia bereksistensi.
3.    Bereksistensi diartikan dinamis (menciptakan diri secara aktif, berbuat, menjadi, merencanakan)
4.    Manusia dipandang terbuka, belum selesai. (kehidupan manusia penuh akan misteri)
5.    Manusia terikat pada dunia sekitarnya, khususnya pada sesama.
6.    Memberi penekanan pd pengalaman konkrit.


Sumber : http://static.ciputraentrepreneurship.com/thumbs/stories/branding_diff.jpg


Eksistensialisme menurut Kierkegaard

Biografi  Singkat Kierkegaard
Soren Aabye Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark 15 Mei 1813. Beliau mempelajari ilmu teologi di Univ. Kopenhagen, namun tidak selesai. Saat 3 saudara, ayah dan ibunya meninggal ia mengalami krisis. Ia Sempat menjauh dari teman dan agamanya. Lalu, Kierkegaard sempat bertunangan dengan Regina Olsen, namun tidak menikah. Pada tahun 1849, beliau kembali menjadi seorang Kristiani. Ia meninggal pada tahun1855 sebagai orang religius dan dipandang sebagai tokoh di gerejanya. Dia dikenal sebagai bapa eksistensialisme, meskipun aliran filsafatnya baru berkembang 50 tahun setelah kematiannya.

Pokok Ajaran Kierkegaard
1.    Kritik terhadap Hegel : Hegel  melupakan eksistensi menusia individual dan konkret. Manusia tidak dapat dibicarakan ‘pada umumnya’ atau ‘menurut hakekatnya’, karena manusia “pada umumnya” itu tidak ada.
2.    Yang ada itu adalah manusia konkret yg semua penting, berbeda dan berdiri di hadapan Tuhan.
3.    Eksistensi adalah merealisir diri, mengikat diri dengan bebas, dan mempraktekkan keyakinannya dan mengisi kebebasannya.
4.    Dunia, binatang, sesuatu lainnya, termasuk Tuhan hanya “ada” sedangkan manusia harus bereksistensi, yakni mengisi (dalam waktu) seperti ia (akan) ada (secara abadi)


Kierkegaard

Sumber : http://statusmind.com/images/2014/02/Clever-Facebook-Status-32668-statusmind.com.jpg



3 Cara Bereksistensi
1.    Sikap estetis: Merengguh sebanyak mungkin kenikmatan, yg dikuasai oleh perasaan. Manusia harus memilih hidup terus kenikmatan atau meloncat ke tingkat lebih tinggi melalui pilihan bebas.
2.    Sikap etis: Sikap menerima kaidah moral, suara hati memberi arah pada hidupnya. Manusia mengakui kelemahannya, tetapi belum melihat cara mengatasinya.
3.    Sikap religius: Berhadapan dengan Tuhan, manusia sendirian. Manusia religius percaya pada Allah, maka Allah memperlihatkan diri-Nya pada manusia.

Manusia Seperti yang Dipercayainya

Pernyataan Parmenides hingga Hegel: ‘Berpikir sama dengan berada’ ditolak oleh Kierkegaard, karena menurutnya ‘percaya itu sama dengan menjadi’. Manusia percaya dan menentukan bagaimana dia akan ada secara abadi. Manusia memilih eksistensinya entah sebagai penonton pasif, atau sebagai pemain yang menentukan sendiri eksistensinya dengan mengisi kebebasannya.

Waktu dan Keabadian

Setiap orang adalah campuran ketakterhinggaan dan keterhinggaan. Manusia adalah gerak menuju Allah, tetapi juga terpisah dari Allah. Manusia dapat menyatakan YA atau TIDAK kepada Tuhan dalam iman.
Manusia hidup dalam dua dimensi sekaligus: keabadian dan waktu. Kedua dimensi itu bertemu dlm ‘saat’. Saat adalah titik dimana waktu dan keabadian bersatu. Kita menjadi eksistensi dalam saat, yaitu saat pilihan. Pilihan itu suatu ‘loncatan’ dari waktu ke keabadian.


Sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAT-gsfWIdqn_ZeFMPuNxG6wUah8rTe9_KFDQla1vUfkwklQ-cz80REzK7XEVoATNa8UYp0W8JB6F5BiyOwlw1U34TNBgb-DpQx7MU8VqI31e1ecgQCc6Tjszs6_S9ZRXvs7ljcOtGbNwz/s320/Waktu+Terbaik+Melakukan+Tweet.jpg


Subjektivitas dan Eksistensi Sebagai Tugas

Eksistensi manusia lebih dari sekadar suatu fakta. Eksistensi manusia adalah tugas yang harus dijalani dengan kesejatian sehingga orang tidak tampil semu. Bila eksistensi merupakan suatu tugas, ia harus dihayati sebagai suatu yang etis dan religius dan disertai oleh tanggungjawab. Tidak seperti berada dalam massa, eksistensi sejati memungkinkan individu memilih dan mengambil keputusan sendiri.

Publik dan Individu

Publik bagi Kierkegaard hanya abstraksi belaka, bukan realitas. Publik menjadi berbahaya bila itu dianggap nyata. Kierkegaard bukan menolak adanya kemungkinan bagi manusia untuk bergabung dengan yang lain. “Hanya setelah individu itu mencapai sikap etis barulah penggabungan bersama dapat disarankan. Jika tidak, penggabungan individu yang lemah sama memuakkannya seperti perkawinan antara anak-anak”


Sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiI_6BwGGSLvOKd52ARVIoOT5LaPeLYMIPDL0-x6h1uiX5cEdFg1h1XwbjHx2iv455sg_qfPYGnMbCDOO0e8xgVXb-VusyhTWz7PICp6VW9cx5sb5tpMNlEVORFRnbmNnKT0E1l7WUkl9k/s1600/interaksi.jpg


Referensi :
Power Point mengenai Eksistensialisme menurut Kierkegaard karangan Dr. Raja Oloan Tumanggor

Eksistensialisme menurut Jean Paul Sartre

Pada sesi kedua, kami kembali mendalami mengenai materi eksistensialisme. Namun, pada pembelajaran kali ini para mahasiswa diberikan tugas secara kelompok untuk menjawab 10 pertanyaan yang diberikan. Hal tersebut dikarenakan Pak Mikha sedang tidak fit sehingga tidak dapat memberikan materi secara maksimal. Para mahasiswa tetap merasa mendapatkan materi yang jelas mengenai eksistensialisme menurut seorang tokoh filsuf yang sangat terkenal, yaitu Jean Paul Sartre. Hal ini dikarenakan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan cukup jelas dan juga pada akhir sesi pembelajaran kami diberikan penjelasan singkat melalui power point dari tim dosen.

Biografi Singkat Sartre

Jean Paul Sartre lahir di Paris pada tahun 1905. Beliau menjadi guru pada tahun 1929 dan menjadi seorang dosen filsafat pada tahun 1931-1936 di Le Havre. Pada tahun 1941, ia menjadi tawanan perang. Sartre menjadi dosen Loycee Pasteur pada tahun 1942-1944. Beliau banyak menulis karya filsafat dan sastra yang dipengaruhi oleh Husserl dan Heidegger.


Jean Paul Sartre

Sumber : http://www.rugusavay.com/wp-content/uploads/2012/12/Jean-Paul-Sartre-Quotes-3.jpg


Pemikiran Filsafat Sartre

Sulit menjabarkan pemikiran filsafat Sartre secara singkat karena banyak Sartre tidak pernah menulis suatu karya tulis hingga selesai. Sartre tidak pernah menulis secara runtut sehingga hanya sebagian muridnya saja yang mengerti dan memahami pemikiran dari Sartre.

Bagi Sartre, manusia mengada dengan kesadaran sebagai dirinya sendiri. Keberadaan manusia berbeda dengan keberadaan benda lain yang tdk punya kesadaran. Manusia bereksistensi adalah keterbukaan, beda dengan benda lain yang keberadaannya sekaligus berarti esensinya.  Bagi manusia eksistensi mendahului esensi. Asas pertama untuk memahami manusia harus mendekatinya sebagai subjektivitas. Manusia harus memiliki tanggungjawab untuk menunjukkan eksistensinya. Tanggungjawab yang menjadi beban kita jauh lebih besar dari sekedar tanggungjawab terhadap diri kita sendiri.

Sartre membedakan ‘berada dalam diri’ dan ‘berada untuk diri’. Berada dalam diri berarti berada itu sendiri secara tidak aktif. Misalnya, meja adalah meja, bukan kursi, bukan tempat tidur. Mentaati prinsip it is what it is. Maka bagi Sartre segala yang berada dalam diri adalah memuakkan.


Sumber : http://www.lovethispic.com/uploaded_images/83787-It-Is-What-It-Is.-Accept-It-And-Move-On.jpg


Sementara berada untuk diri berarti berada yang dengan sadar akan dirinya, yaitu cara berada manusia. Manusia punya hubungan dengan keberadaannya. Bertanggungjawab atas fakta bahwa ia ada. Misalnya, manusia bertanggungjawab bahwa ia pegawai, dosen. Benda tidak sadar bahwa dirinya ada, sedangkan manusia sadar bahwa dia berada. Kesadaran kita bukan kesadaran akan diri, melainkan kesadaran diri.

Cara kita mengarahkan diri pada objek, kesadaran kita diberi bentuk kesadaran akan diri. Tuhan tidak bisa dimintai tanggungjawab karena Tuhan tidak terlibat dalam putusan yang diambil oleh manusia. Manusia adalah kebebasan, dan hanya sebagai makhluk yg bebas dia bertanggungjawab. Tanpa kebebasan eksistensi manusia menjadi absurd. Bila kebebasannya ditiadakan, maka manusia hanya sekedar esensi belaka.

Beberapa kenyataan yang mengurangi penghayatan kebebasan
-       Tempat kita berada: situasi memberi struktur pada kita dan kita beri struktur.
-       Masa lalu: tidak mungkin meniadakannya karena masa lampau menjadikan kita sebagaimana kita sekarang ini.
-       Lingkungan sekitar: Kenyataan adanya sesama manusia dengan eksistensinya sendiri.
-       Maut: tidak bisa ditunggu saat tibanya, walaupun pasti akan tiba.

Walaupun kefaktaan ini melekat dalam eksistensi manusia, tapi kebebasan eksistensial tidak bisa ditiadakan.

Ketubuhan Manusia
Dalam eksistensi manusia, kehadiran selalu menjelama sebagai wujud yg bertubuh. Tubuh mengukuhkan kehadiran manusia. Tubuh adalah pusat orientasi yang tidak bisa dipandang sebagai alat, tapi mengukuhkan kehadiran kita sebagai eksistensi.

Komunikasi dan Cinta
Komunikasi adalah suatu hal yang tak mungkin tanpa adanya sengketa, karena setiap kali orang menemui orang lain pada akhirnya akan terjadi saling objektifikasi dan terjadi saling pembekuan sehingga masing-masing menjadi objek. Sedangkan, cinta adalah bentuk hubungan keinginan saling memiliki (objek cinta). Akhirnya cinta bersifat sengketa karena objektifikasi yang tak terhindarkan.


Sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkZYMPK7VJbOGcvaPAw8pwfjV5go_-VKo3TygKIFaIHUKcYT1AO5ktzayogycdjr6BurEaT9orlUNtEBbQj7-PxR6O1jH6iyClbAZDhugH0i5g_xuNAeFSooexd5r2oyM5oFktZixIt8E/s1600/couple+edit.jpg


Pada akhir pembelajaran mengenai materi Eksitensialisme ini, saya menjadi semakin mengerti dan memahami mengenai eksistensi itu sendiri. Pemahaman semu mengenai eksistensi selama ini telah menjadi pemahaman yang sangat jelas. Manfaat dari materi pembelajaran yang diberikan juga sangat terasa jelas. Ditambah lagi dengan adanya tugas yang diberikan kepada masing-masing kelompok membuat kami mencari informasi dan memiliki peran aktif untuk mengetahui dan memahami dari eksistensialisme itu sendiri. Pandangan para ahli juga semakin membukakan pemikiran kami dan menjadi landasan pemikiran kami untuk menghasilkan pemahaman yang logis dipikiran kami.

Eksistensi harus dibedakan dengan keberadaan karena hanya manusia yang memiliki eksistensi, sedangkan tumbuhan dan hewan hanya memiliki keberadaan. Dapat dikatakan demikian karena manusia dapat secara sadar menyadari keberadaannya, sedangkan hewan, tumbuhan, dan benda tidak menyadari keberadaan.

Referensi :
Power Point mengenai Eksistensialisme menurut Jean Paul Sartre karangan Dr. Raja Oloan Tumanggor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar