Pada pertemuan kali ini, banyak
mahasiswa yang merasa lelah dan tidak bersemangat untuk mengikuti materi yang
akan diberikan. Hal ini dikarenakan keletihan yang dirasakan oleh sebagian
besar mahasiswa akibat acara fieldtrip yang dilaksanakan pada hari sebelumnya.
Namun, para mahasiwa tetap harus menerima materi pembelajaran demi memperluas
pengetahuan yang dimilikinya. Materi pembelajaran pada hari ini berhubungan
dengan Eksistensialisme. Topik pembahasan eksistensialisme ini cukup menarik
karena kami diberikan pemahaman mengenai perbedaan antara "berada"
dan memiliki "eksistensi". Hal tersebut membuka pikiran kami untuk
berpikir lebih kritis mengenai eksistensialisme. Semoga pembahasan pada blog
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca :)
Eksistensialisme
Secara etimologi, eksistensi berasal
dari kata ex yang berarti keluar dan sistentia (sistere) yang berarti berdiri. Jadi,
manusia yang bereksistensi adalah manusia menemukan dirinya sebagai aku dengan
keluar dari dirinya sendiri. Pusat dari diriku berada di luar aku sehingga
pribadi seolah-olah keluar dari dirinya sendiri dan menyibukkan diri dengan apa
yang diluar dirinya.
Eksistensialisme adalah aliran
filsafat tentang manusia dan cara beradanya yang khas di tengah makhluk hidup
lainnya. Eksistensi harus dibedakan dengan berada karena hanya manusia
yang memiliki eksistensi. Hewan dan tumbuhan sebagai makhluk hidup hanya
“berada” sedangkan manusia “bereksistensi”.
Sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhibDmAUvpX4V4yJv4gL6aH6kskV67QTCXEGg0hxV4Bn22RKwyFB4-_nxRpzb2TXBf_h4zIcHKPEFbwEaHU2g7GLvdeuGEb1e97EwrWF0wGmoXEPsGKHTj5NfkGdVSKRmV62Wz08PVJbmo/s1600/prove+you+exist+texture.jpg
Beberapa tokoh filsafat yg menganut
gaya eksistensialisme :
Kierkegaard, Edmund Husserl, Martin
Heidegger, Gabriel Marcel, Jean Paul Sartre.
Eksistensialisme merupakan gaya
berfilsafat karena sulit menyeragamkan defenisi eksistensialisme. Kesulitannya
terletak pada perbedaan pandangan mengenai eksistensi itu sendiri. Namun, ada
satu hal yang sama yaitu eksistensialisme bertitik tolak pada manusia konkrit,
manusia sebagai eksistensi, maka bagi manusia eksistensi mendahului esensi.
Ciri Eksistensialisme
1.
Motif
pokok adalah eksistensi, cara manusia berada
2.
Hanya
manusia bereksistensi.
3.
Bereksistensi
diartikan dinamis (menciptakan diri secara aktif, berbuat, menjadi,
merencanakan)
4.
Manusia
dipandang terbuka, belum selesai. (kehidupan manusia penuh akan misteri)
5.
Manusia
terikat pada dunia sekitarnya, khususnya pada sesama.
6.
Memberi
penekanan pd pengalaman konkrit.
Sumber : http://static.ciputraentrepreneurship.com/thumbs/stories/branding_diff.jpg
Eksistensialisme menurut Kierkegaard
Biografi
Singkat Kierkegaard
Soren Aabye Kierkegaard lahir di
Kopenhagen, Denmark 15 Mei 1813. Beliau mempelajari ilmu teologi di Univ.
Kopenhagen, namun tidak selesai. Saat 3 saudara, ayah dan ibunya meninggal ia
mengalami krisis. Ia Sempat menjauh dari teman dan agamanya. Lalu, Kierkegaard
sempat bertunangan dengan Regina Olsen, namun tidak menikah. Pada tahun 1849,
beliau kembali menjadi seorang Kristiani. Ia meninggal pada tahun1855 sebagai
orang religius dan dipandang sebagai tokoh di gerejanya. Dia dikenal sebagai bapa eksistensialisme, meskipun aliran filsafatnya
baru berkembang 50 tahun setelah kematiannya.
Pokok Ajaran Kierkegaard
1.
Kritik
terhadap Hegel : Hegel melupakan
eksistensi menusia individual dan konkret. Manusia tidak dapat dibicarakan ‘pada
umumnya’ atau ‘menurut hakekatnya’, karena manusia “pada umumnya” itu tidak
ada.
2.
Yang
ada itu adalah manusia konkret yg semua penting, berbeda dan berdiri di hadapan
Tuhan.
3.
Eksistensi
adalah merealisir diri, mengikat diri dengan bebas, dan mempraktekkan
keyakinannya dan mengisi kebebasannya.
4.
Dunia,
binatang, sesuatu lainnya, termasuk Tuhan hanya “ada” sedangkan manusia harus
bereksistensi, yakni mengisi (dalam waktu) seperti ia (akan) ada (secara abadi)
Kierkegaard
Sumber : http://statusmind.com/images/2014/02/Clever-Facebook-Status-32668-statusmind.com.jpg
3 Cara Bereksistensi
1.
Sikap estetis: Merengguh sebanyak mungkin
kenikmatan, yg dikuasai oleh perasaan. Manusia harus memilih hidup terus
kenikmatan atau meloncat ke tingkat lebih tinggi melalui pilihan bebas.
2.
Sikap etis: Sikap menerima kaidah moral, suara
hati memberi arah pada hidupnya. Manusia mengakui kelemahannya, tetapi belum
melihat cara mengatasinya.
3.
Sikap religius: Berhadapan dengan Tuhan, manusia
sendirian. Manusia religius percaya pada Allah, maka Allah memperlihatkan diri-Nya
pada manusia.
Manusia Seperti yang Dipercayainya
Pernyataan Parmenides hingga Hegel:
‘Berpikir sama dengan berada’ ditolak oleh Kierkegaard, karena menurutnya
‘percaya itu sama dengan menjadi’. Manusia percaya dan menentukan bagaimana dia
akan ada secara abadi. Manusia memilih eksistensinya entah sebagai penonton pasif,
atau sebagai pemain yang menentukan sendiri eksistensinya dengan mengisi
kebebasannya.
Waktu dan Keabadian
Setiap orang adalah campuran ketakterhinggaan
dan keterhinggaan. Manusia adalah gerak menuju Allah, tetapi juga terpisah dari
Allah. Manusia dapat menyatakan YA atau TIDAK kepada Tuhan dalam iman.
Manusia hidup dalam dua dimensi
sekaligus: keabadian dan waktu. Kedua dimensi itu bertemu dlm ‘saat’. Saat
adalah titik dimana waktu dan keabadian bersatu. Kita menjadi eksistensi dalam
saat, yaitu saat pilihan. Pilihan itu suatu ‘loncatan’ dari waktu ke keabadian.
Sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAT-gsfWIdqn_ZeFMPuNxG6wUah8rTe9_KFDQla1vUfkwklQ-cz80REzK7XEVoATNa8UYp0W8JB6F5BiyOwlw1U34TNBgb-DpQx7MU8VqI31e1ecgQCc6Tjszs6_S9ZRXvs7ljcOtGbNwz/s320/Waktu+Terbaik+Melakukan+Tweet.jpg
Subjektivitas dan Eksistensi Sebagai
Tugas
Eksistensi manusia lebih dari sekadar
suatu fakta. Eksistensi manusia adalah tugas yang harus dijalani dengan
kesejatian sehingga orang tidak tampil semu. Bila eksistensi merupakan suatu
tugas, ia harus dihayati sebagai suatu yang etis dan religius dan disertai oleh
tanggungjawab. Tidak seperti berada dalam massa, eksistensi sejati memungkinkan
individu memilih dan mengambil keputusan sendiri.
Publik dan Individu
Publik bagi Kierkegaard hanya
abstraksi belaka, bukan realitas. Publik menjadi berbahaya bila itu dianggap
nyata. Kierkegaard bukan menolak adanya kemungkinan bagi manusia untuk
bergabung dengan yang lain. “Hanya setelah individu itu mencapai sikap etis
barulah penggabungan bersama dapat disarankan. Jika tidak, penggabungan
individu yang lemah sama memuakkannya seperti perkawinan antara anak-anak”
Sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiI_6BwGGSLvOKd52ARVIoOT5LaPeLYMIPDL0-x6h1uiX5cEdFg1h1XwbjHx2iv455sg_qfPYGnMbCDOO0e8xgVXb-VusyhTWz7PICp6VW9cx5sb5tpMNlEVORFRnbmNnKT0E1l7WUkl9k/s1600/interaksi.jpg
Referensi :
Power Point mengenai Eksistensialisme
menurut Kierkegaard karangan Dr. Raja Oloan Tumanggor
Eksistensialisme menurut Jean Paul
Sartre
Pada sesi kedua, kami kembali
mendalami mengenai materi eksistensialisme. Namun, pada pembelajaran kali ini
para mahasiswa diberikan tugas secara kelompok untuk menjawab 10 pertanyaan
yang diberikan. Hal tersebut dikarenakan Pak Mikha sedang tidak fit sehingga
tidak dapat memberikan materi secara maksimal. Para mahasiswa tetap merasa
mendapatkan materi yang jelas mengenai eksistensialisme menurut seorang tokoh
filsuf yang sangat terkenal, yaitu Jean Paul Sartre. Hal ini dikarenakan
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan cukup jelas dan juga pada akhir sesi
pembelajaran kami diberikan penjelasan singkat melalui power point dari tim
dosen.
Biografi Singkat Sartre
Jean Paul Sartre lahir di Paris pada
tahun 1905. Beliau menjadi guru pada tahun 1929 dan menjadi seorang dosen
filsafat pada tahun 1931-1936 di Le Havre. Pada tahun 1941, ia menjadi tawanan
perang. Sartre menjadi dosen Loycee Pasteur pada tahun 1942-1944. Beliau banyak
menulis karya filsafat dan sastra yang dipengaruhi oleh Husserl dan Heidegger.
Jean Paul Sartre
Sumber : http://www.rugusavay.com/wp-content/uploads/2012/12/Jean-Paul-Sartre-Quotes-3.jpg
Pemikiran Filsafat Sartre
Sulit menjabarkan pemikiran filsafat
Sartre secara singkat karena banyak Sartre tidak pernah menulis suatu karya
tulis hingga selesai. Sartre tidak pernah menulis secara runtut sehingga hanya
sebagian muridnya saja yang mengerti dan memahami pemikiran dari Sartre.
Bagi Sartre, manusia mengada dengan
kesadaran sebagai dirinya sendiri. Keberadaan manusia berbeda dengan keberadaan
benda lain yang tdk punya kesadaran. Manusia bereksistensi adalah keterbukaan,
beda dengan benda lain yang keberadaannya sekaligus berarti esensinya. Bagi manusia eksistensi mendahului esensi.
Asas pertama untuk memahami manusia harus mendekatinya sebagai subjektivitas. Manusia
harus memiliki tanggungjawab untuk menunjukkan eksistensinya. Tanggungjawab
yang menjadi beban kita jauh lebih besar dari sekedar tanggungjawab terhadap
diri kita sendiri.
Sartre membedakan ‘berada dalam diri’
dan ‘berada untuk diri’. Berada dalam diri berarti berada itu sendiri secara
tidak aktif. Misalnya, meja adalah meja, bukan kursi, bukan tempat tidur.
Mentaati prinsip it is what it is.
Maka bagi Sartre segala yang berada dalam diri adalah memuakkan.
Sumber : http://www.lovethispic.com/uploaded_images/83787-It-Is-What-It-Is.-Accept-It-And-Move-On.jpg
Sementara berada untuk diri berarti berada
yang dengan sadar akan dirinya, yaitu cara berada manusia. Manusia punya
hubungan dengan keberadaannya. Bertanggungjawab atas fakta bahwa ia ada.
Misalnya, manusia bertanggungjawab bahwa ia pegawai, dosen. Benda tidak sadar bahwa
dirinya ada, sedangkan manusia sadar bahwa dia berada. Kesadaran kita bukan
kesadaran akan diri, melainkan kesadaran diri.
Cara kita mengarahkan diri pada objek,
kesadaran kita diberi bentuk kesadaran akan diri. Tuhan tidak bisa dimintai
tanggungjawab karena Tuhan tidak terlibat dalam putusan yang diambil oleh
manusia. Manusia adalah kebebasan, dan hanya sebagai makhluk yg bebas dia
bertanggungjawab. Tanpa kebebasan eksistensi manusia menjadi absurd. Bila
kebebasannya ditiadakan, maka manusia hanya sekedar esensi belaka.
Beberapa kenyataan yang mengurangi
penghayatan kebebasan
-
Tempat
kita berada: situasi memberi struktur pada kita dan kita beri struktur.
-
Masa
lalu: tidak mungkin meniadakannya karena masa lampau menjadikan kita
sebagaimana kita sekarang ini.
-
Lingkungan
sekitar: Kenyataan adanya sesama manusia dengan eksistensinya sendiri.
-
Maut:
tidak bisa ditunggu saat tibanya, walaupun pasti akan tiba.
Walaupun kefaktaan ini melekat dalam
eksistensi manusia, tapi kebebasan eksistensial tidak bisa ditiadakan.
Ketubuhan Manusia
Dalam eksistensi manusia, kehadiran
selalu menjelama sebagai wujud yg bertubuh. Tubuh mengukuhkan kehadiran
manusia. Tubuh adalah pusat orientasi yang tidak bisa dipandang sebagai alat, tapi
mengukuhkan kehadiran kita sebagai eksistensi.
Komunikasi dan Cinta
Komunikasi adalah suatu hal yang tak
mungkin tanpa adanya sengketa, karena setiap kali orang menemui orang lain pada
akhirnya akan terjadi saling objektifikasi dan terjadi saling pembekuan
sehingga masing-masing menjadi objek. Sedangkan, cinta adalah bentuk hubungan
keinginan saling memiliki (objek cinta). Akhirnya cinta bersifat sengketa
karena objektifikasi yang tak terhindarkan.
Sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkZYMPK7VJbOGcvaPAw8pwfjV5go_-VKo3TygKIFaIHUKcYT1AO5ktzayogycdjr6BurEaT9orlUNtEBbQj7-PxR6O1jH6iyClbAZDhugH0i5g_xuNAeFSooexd5r2oyM5oFktZixIt8E/s1600/couple+edit.jpg
Pada akhir pembelajaran mengenai
materi Eksitensialisme ini, saya menjadi semakin mengerti dan memahami mengenai
eksistensi itu sendiri. Pemahaman semu mengenai eksistensi selama ini telah
menjadi pemahaman yang sangat jelas. Manfaat dari materi pembelajaran yang
diberikan juga sangat terasa jelas. Ditambah lagi dengan adanya tugas yang
diberikan kepada masing-masing kelompok membuat kami mencari informasi dan
memiliki peran aktif untuk mengetahui dan memahami dari eksistensialisme itu
sendiri. Pandangan para ahli juga semakin membukakan pemikiran kami dan menjadi
landasan pemikiran kami untuk menghasilkan pemahaman yang logis dipikiran kami.
Eksistensi harus dibedakan dengan
keberadaan karena hanya manusia yang memiliki eksistensi, sedangkan tumbuhan
dan hewan hanya memiliki keberadaan. Dapat dikatakan demikian karena manusia dapat secara sadar menyadari
keberadaannya, sedangkan hewan, tumbuhan, dan benda tidak menyadari keberadaan.
Referensi :
Power Point mengenai Eksistensialisme
menurut Jean Paul Sartre karangan Dr. Raja Oloan Tumanggor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar